Sabtu, 20 November 2010

Fenomena Bencana Alam(Wasior)

BANJIR BANDANG WASIOR

Banjir Bandang Wasior Papua Barat Bagai Gelombang Sunami Menyapu Bersih Semuanya. Mungkin tak pernah terbayangkan bagi warga Wasior, Kabupaten Teluk Wondama, Papua Barat, untuk mengawali pekan dengan bencana. Akibat banjir bandang Wasior yang mirip sunami, Selasa (5/10/2010) malam, tercatat 60 orang tewas dan 50 orang hilang. Korban banjir bandang di kota Wasior Papua Barat masih akan terus bertambah.
Senin sekitar pukul 08.30, ketika sebagian warga siap-siap beraktivitas, terdengar suara gemuruh bersama datangnya banjir bandang luapan air Sungai Batang Salai yang membelah Wasior, ibu kota Kabupaten Teluk Wondama.
Hujan tiada henti sejak hari Minggu sampai Senin dini hari, menyebabkan sungai yang berhulu di Pegunungan Wondiwoy tersebut meluap. Selain air dan lumpur, banjir bandang Wasior membawa serta bebatuan dan batang-batang kayu berikut akarnya. Akibatnya, rumah-rumah warga di tepi kiri kanan sungai hancur tersapu air.

”Warga yang sudah ke luar rumah bergegas menyelamatkan diri ke perbukitan atau daerah yang lebih tinggi. Sementara warga yang masih di dalam rumah tidak semua bisa menyelamatkan diri. Rumah warga yang umumnya semipermanen dari bahan kayu tergerus dan runtuh. Itulah yang menyebabkan jatuh banyak korban jiwa,” kata Silami, Asisten I Sekretaris Daerah Kabupaten Teluk Wondama.

Posko bencana alam di kantor bupati setempat mencatat, sampai Selasa malam, jumlah korban tewas mencapai 60 orang, sementara 50 warga masih dicari.

Informasi dari posko menyebutkan, di antara 60 orang korban tewas, terdapat tiga anggota polisi dan seorang dokter yang bernama Since Homedong.

Ratusan warga yang selamat ataupun luka-luka mengungsi ke sejumlah ruangan di kantor bupati yang terletak di daerah perbukitan. Sebagian korban berbaring di teras kantor tersebut. Sesekali mereka mengerang kesakitan karena luka yang diderita akibat terhantam puing-puing rumah yang tergerus banjir. Mereka umumnya belum mendapatkan perawatan medis.

”Bantuan medis belum tiba semenjak banjir bandang yang mirip tsunami ini,” ujar Silami.

Infrastruktur hancur pasca banjir bandang di Kota Wasior Papua Barat

Dari pantauan Kompas, situasi Wasior sepanjang Selasa malam gelap gulita karena instalasi listrik rusak parah dan aliran listrik terputus. Penerangan di posko hanya mengandalkan lampu minyak tanah.

Jalan-jalan juga tidak bisa dilewati kendaraan karena di beberapa titik terdapat timbunan bebatuan dan lumpur setinggi pinggang orang dewasa. Jaringan komunikasi juga terputus.

Letda (Inf) M Thesia, perwira Kodim 1703/Manokwari yang mengoordinasikan pencarian korban, mengatakan, pihaknya membutuhkan bantuan tenaga medik dan obat-obatan serta pasokan pangan untuk disalurkan kepada warga yang luka-luka ataupun selamat.

Selain itu, dibutuhkan juga bantuan alat berat dan tim SAR untuk mencari korban yang hilang pasca banjir bandang mirip sunami di Wasior.

Terputusnya jaringan komunikasi membuat Kepala Penerangan Kodam XVII Cenderawasih Letkol (Inf) Susilo yang bermarkas di Jayapura kesulitan menghubungi pejabat teritorial di lokasi kejadian.

Tidak ada jalan darat dari Manokwari, ibu kota Provinsi Papua Barat, ke Kabupaten Teluk Wondama. Untuk menuju wilayah terpencil di ”kepala burung” Papua itu, orang harus menempuh perjalanan laut sekitar 10 jam dari Manokwari dengan menumpang armada patroli Angkatan Laut atau kapal-kapal pengangkut kayu gelondongan yang hilir mudik Teluk Wondama-Manokwari.

Lapangan terbang Wasior dilayani maskapai penerbangan Susi Air dengan rute Wasior-Manokwari dan Wasior-Nabire. Namun, saat ini landasan pacu terendam banjir setinggi pinggang orang dewasa. kompas.com

banjir wasior, banjir bandang di wasior papua, kota wasior papua barat hancur lebur, video banjir bandang wasior papua, foto wasior papu terkena banjir bandang, jumlah korban banjir wasior, sunami di wasior, video sunami wasior, banjir bandang mirip sunami wasior, tsunami.

Dampak

Banjir yang terjadi menyebabkan banyak infrastruktur di Wasior hancur termasuk lapangan udara di Wasior, sementara kerusakan juga menimpa rumah warga, rumah sakit, dan jembatan. Kerusakan yang terjadi disebabkan banjir yang terjadi membawa serta batu-batuan besar, batang-batang pohon, lumpur. Bencana banjir bandang yang terjadi juga mengganggu hubungan komunikasi, jaringan listrik terputus dan aktifitas masyarakat lumpuh.

Banjir bandang juga menyebabkan 110 orang tewas dan 450 orang masih dinyatakan hilang.Sementara sebagian korban luka-luka dibawa ke Manokwari dan Nabire.Sementara sebagian korban luka lainnya dan warga yang selamat ditampung di tempat-tempat pengungsian. Akibat banjir yang terjadi yang merusak rumah warga dan infrastruktur banyak warga yang selamat memutuskan mengungsi ke Manokwari dengan menggunakan kapal laut.

Sumber: id.wikipedia.org, besteasyseo.blogspot.com

karangan ragam standar

SETETES AIR MATA BUNDABY:Ziah“Go Ray…Go …….”teriakan para penonton membuat Ray memacu kencang motor KING kesayangannya.Ray benar- benar ingin memenangkan pertandingan untuk kali ini.Ray memang jagonya untuk urusan kebut- kebutan, buat Ray kegiatan ini bisa memacu adrenalinnya.Teriakan para penonton semakin antusias, apalagi ketika motor Ray hampir menyentuh finish, dan…”Yess….”teriak Ray saat roda motor Ray menyentuh garis finish.Waktu sudah menunjukkan pukul 12 malam, motor Ray melaju kencang menembus malam, Ray ingin cepat- cepat sampai di rumah. ”Assalamu’alaikum….” teriak Ray di pagar rumah mewah itu. Rumah besar itu ber cat putih, di halaman rumah yang luas itu banyak sekali bunga- bunga, tapi dari sekian banyak bunga di halaman rumah itu, ada satu bunga kesayangan Bunda, bunga melati, tanaman yang menjalar itu adalah bunga kesayangan Bunda.Bik Sumi langsung membukakan pintu pagar,”Mas Ray, koq baru pulang?Ibu nunggu Mas Ray dari tadi..”ujar Bik Sumi.Ray langsung menuju kamar Bunda, “Bunda….”Ray mencium tangan Bunda.”Dari mana saja kamu Nak?Jangan bilang kalau kamu balapan liar lagi.”Ray mendesah nafas panjang, “Bunda udah makan?”Ray mencoba mengalihkan pertanyaan Bunda,”Bunda gak mau makan, kalo kamu belum makan sama Bunda”. Ray melihat mata Bunda, Ray paling senang melihat mata Bunda, mata Bunda adalah mata yang paling indah buat Ray, dan Bunda akan luluh hatinya, jika Ray menatap dalam mata Bunda.”Bunda lapar, ayo kita makan…”ujar Bunda.Ini bukan pertama kali untuk Ray menyuapi Bunda makan, Ray sudah sangat sering menyuapi Bunda makan, terutama sekitar 3 bulan ini. Bunda sedang sakit, Dokter memvonis Bunda menderita sakit radang paru- paru, dan kemungkinan untuk Bunda sembuh sangat tipis. Tapi Ray tidak pernah putus asa, Bunda sudah sering bolak- balik masuk rumah sakit, tapi karena Bunda tidak pernah betah di rumah sakit, jadi selama 3 Bulan ini di kamar Bunda sudah tersedia infus untuk mememani hari- hari Bunda.Satu hal yang gak ingin Ray lihat dari Bunda, Ray gak ingin melihat Bunda menangis. Saat Ray berusia 10 tahun, Ayah Ray menceraikan Bunda, dengan alasan tidak sanggup mengurus istri penyakitan, di tambah godaan dari sekretaris Ayah yang sering menelepon Ayah untuk urusan yang gak penting di luar urusan kantor. Sekarang hanya Ray yang dimiliki Bunda.Di rumah sebesar itu, tidak jarang Ray sering merasa kesepian. Makanya Ray mencari kesibukan di luar kuliahnya, Ray memang hobi balapan dari SMA, dan hobi itu berlanjut sampai sekarang.Buat Ray, Balapan bisa membuat adrenalinnya terpacu, apalagi Balapan bisa membuat Ray bisa sejenak melupakan masalahnya.Ray sangat benci dengan ayahnya, karena Ayah, Bunda sakit seperti ini, tapi motor pemberian Ayah adalah motor kesayangan Ray, “KING “ itu yang sering menemani Ray saat Ray sedang gundah, sedih, ataupun marah.Tanpa sepengetahuan Bunda, Ray sering mengintip Bunda di balik jendela kamar Bunda, Ray sering melihat Bunda menangis menyesali nasib dan sakit yang diderita Bunda.Ray ingin menghibur Bunda, tapi Ray tidak pernah bisa menghibur Bunda karena Bunda akan mengunci pintu kamarnya kalau ingin sendiri.Hari ini adalah hari ulang tahun Bunda yang ke -47 tahun, Ray sudah menyiapkan kejutan untuk Bunda.Pagi ini, Ray bangun lebih awal dari biasanya, dan khusus hari ini Ray lah yang menyiapkan sarapan untuk Bunda,pukul 6 pagi Ray sudah ada di dapur, Bi Sumi yang biasanya menyiapkan sarapan Bubur untuk Bunda, terkejut karena majikannya sudah ada di dapur, “Mas Ray lagi ngapain?”Tanya Bi Sumi, “Aku lagi buatin Bubur untuk Bunda, emang kenapa Bik?”Tanya Ray, “Sudah biar Bibik aja yang nyiapin seperti biasa, Mas Ray tenang aja…”ujar Bi Sumi. “Gak untuk hari ini dan selamanya Bik..Mulai hari ini Aku yang akan nyiapin bubur buat Bunda, aku juga yang nyiapin obat- obat untuk Bunda minum, Bibik tenang aja…Bibik bisa ngurus kerjaan bibik yang lain…”Ray langsung berlalu menuju kamar Bunda.“Bunda…………”Ray membangunkan Bunda, Bunda tampak terkejut melihat putra kesayangannya sudah ada di sampingnya.”Ray…tumben kamu bangun pagi- pagi, nak…biasanya Bik Sumi yang sering bangunin Bunda tiap pagi, mimpi apa ya Bunda semalam?”goda Bunda sambil mencubit hidung Ray.”selamat Ulang Tahun Bunda…., Maaf Ray Cuma bisa buatin bubur buat Bunda, maaf kalo keasinan ya Bun….”Tanpa terasa air mata Bunda menetes,”Bunda….jangan nangis lagi dong…Bunda kan udah dewasa, kata bunda yang menangis hanya anak kecil, sekarang koq malah Bunda yang sering nangis?”Tanya Ray.”Kali ini Bunda nangis karena bahagia koq nak…”jawab Bunda.”Emang nya Bunda bahagia?”Tanya Ray, “Bunda bahagia nak…Bunda bahagia punya anak seperti kamu, anak yang selalu perhatian sama Bunda…”ujar Bunda, mereka pun berpelukan erat,”Ray sayang sama Bunda, hari ini, besok, Selamanya…”air mata Ray menetes.Ibu dan anak itu kelihatan sangat bahagia, Bik Sumi terharu melihat kejadian itu.Hari ini Ray balapan lagi, Motor King itu terus melaju kencang, teriakan para penonton malah membuat Ray semakin bersemangat. Ray terus melaju kencang, dia seperti tidak perduli dengan lawan- lawannya yang lain, tanpa Ray sadari di depannya ada polisi tidur, Ray terus melaju, dan….Brakk Motor King itu terseret di aspal, “Akhhhhhh……”teriak Ray.Para penonton berhamburan di jalanan, Ray pun di bawa ke rumah sakit, darah mengucur deras di Lutut kirinya.Bunda yang mendengar kabar Ray kecelakaan langsung menuju ke rumah sakit tempat Ray dirawat.Bunda sudah ada di samping tempat tidur Ray, dengan duduk di kursi roda, Bunda membaca Alfatihah san surat- surat pendek untuk kesembuhan Ray, sesekali Bunda menghapus air mata yang menetes di pipinya.Ray sadar dari obat bius, “Bunda…….”panggil Ray dengan suara lemah, “Ray….Alhamdulillah akhirnya kamu sadar juga nak…”air mata Bunda terus mengalir di pipi Bunda.”Bunda, jangan nangis lagi ya…Ray mohon…Ray gak apa- apa koq…Ray pasti sembuh dan jagain Bunda lagi, Ray janji….”Ray mengusap air mata Bunda.Akhirnya setelah seminggu di rumah sakit, Ray kembali ke rumah, tapi untuk sementara ini Ray tidak bisa mengendarai “KING”kesayangannya, kaki Ray harus di perban dan untuk sementara ini Ray harus memakai tongkat.Sekarang, Ray sudah jarang ke kamar Bunda, karena Ray harus banyak istirahat untuk pemulihan kakinya.Sekarang kondisinya terbalik, malah Bunda yang sering ada di kamar Ray, dan menyuapi Ray makan, Bunda melakukan itu di atas kursi rodanya.Sesekali Bunda mengusap- usap kepala anak kesayangannya itu, “Ray….kalau nanti Bunda gak ada, Bunda gak mau kamu kebut- kebutan di jalanan yang gak jelas itu, Bunda mau kamu mengurusi perusahaan kita, selama ini hanya Pak Danar asisten Ayah kamu yang menyelesaikan semua urusan kantor, semenjak Ayah kamu ninggalin kita kamu gak pernah ke kantor, harapan Bunda kamu bisa memimpin perusahaan milik kita, perusahaan itu memang milik keluarga Bunda, dan selama Bunda menikah dengan ayah kamu, ayah kamu yang mengurus semua kegiatan kantor,tapi setelah ayah kamu ninggalin Bunda, hanya Pak Danar yang Bunda percaya mengurus perusahaan kita.Kamu harus janji sama Bunda, kalau Bunda udah gak ada Bunda mau Kamu yang mengurus perusahaan keluarga kita.”pinta Bunda pada Ray anak semata wayangnya itu.Kondisi Bunda semakin menurun, kata Dokter Bunda terlalu lelah selama seminggu ini, Ray tahu itu karena Bunda yang menjaganya saat Ray sakit dulu, dan selama Ray sakit Bunda kurang istirahat, Ray benar- benar merasa bersalah pada Bunda,”Bunda…Maafin Ray ya…gara- gara Ray sakit, Bunda harus menjaga Ray sampai Bunda kelelahan seperti ini, maafin Ray ya Bunda….”Tangis Ray pecah melihat Bunda tersenyum sambil menghela nafas panjang.”Ray…dulu kamu yang minta Bunda untuk tidak menangis, sekarang gantian, Bunda yang gak mau lihat kamu menangis…”Kata- kata Bunda semakin membuat air mata Ray mengalir deras, “anak laki- laki Bunda koq nangis sich….Ray kamu anak laki- laki Bunda satu-satunya, kamu bukan perempuan yang boleh menangis, sepanjang sejarah baru kamu Loh.. laki- laki yang menangis…”Bunda mencoba menghibur Ray, “Ray sayang sama Bunda…., Bunda jangan tinggalin Ray sendiri ya….”Ray menghapus air matanya.Pagi ini, Ray menuju ke kamar bunda. Ray mendengar suara batuk yang tak kunjung henti, Ray langsung menuju kamar Bunda, dengan kaki yang masih sakit dan memakai tongkat Ray sampai di kamar Bunda, Ray melihat darah di lantai kamar Bunda,”Bunda…….’’teriak Ray. Ray langsung memeluk Bunda, “Bik Sumi, cepat telepon dokter…..”teriak Ray dari kamar Bunda.Dokter yang sudah tiba langsung menuju ke kamar Bunda, dengan sigap Dokter memeriksa denyut jantung Bunda, tensi darah Bunda mencapai 180/70, sangat tinggi untuk ukuran normal, kata dokter ukuran normal iti berkisar antara 120 s/d 130, Bunda pun langsung dilarikan ke rumah sakit, sampai di rumah sakit Bunda di masukkan ke ruangan UGD.Ray langsung menelepon Ayahnya, Ray tahu untuk saat ini bukan saatnya untuk Ray berdebat dengan ayahnya, walaupun Ayah Ray sudah meninggalkan mereka, tapi Ray ingin Ayahnya bisa melihat kondisi Bunda, yang mungkin untuk terakhir kalinya.Sekarang Ayah Ray dan Ray sudah ada di samping Bunda, tiba- tiba HP ayah Ray berbunyi Istri Ayah menelepon, dan Ayah Ray pun pamit pada anak dan mantan istrinya itu, Ray hampir mencegah Ayahnya pergi, tapi tangan Bunda mencegah Ray,”Ray……..jangan tinggalin Bunda sendiri nak….”Pinta Bunda pada Ray.”Ray janji gak akan tinggalin Bunda, Ray akan jaga Bunda sampai sembuh, Ray janji….” ”Ray…Bunda capek…Bunda istirahat dulu ya Nak…Ingat pesan Bunda kamu gak boleh balapan liar lagi, Bunda gak mau kamu kenapa-napa Nak…”Saat Ray ingin menjawab pertanyaan Bunda, ternyata Bunda sudah tertidur.Ray terus ada di samping Bunda, Ray membaca surat- surat di Alqur’an untuk kesembuhan Bunda, Tiba- tiba Ray melihat garis lurus di Mesin Pemicu Jantung Bunda, Ray langsung memanggil Dokter, Dokter langsung mengambil tindakan, tapi ternyata Allah berkehendak lain.Saat Kain kafan menutupi wajah Bunda, Ray melihat wajah Bunda yang cantik.. sekali, tapi tunggu, Ray melihat air mata di pipi Bunda, Ray langsung mengusap air mata itu dengan tangan nya, “Ini adalah tangisan Bunda yang terakhir,”batin Ray.Tanah merah itu menjadi saksi betapa besar kasih Bunda pada anak kesayangannya itu.Ray berdiri di samping makam Ibunya,”Selamat jalan Bunda….Ray janji akan sayang sama Bunda selamanya…..”Kini yang tampak bukan lagi air mata Bunda, tapi air mata Ray, tapi Ray cepat- cepat mengusap air matanya dan pergi meninggalkan pemakaman itu”Suatu saat nanti, Ray akan temani Bunda lagi disana, Tunggu Ray Ya Bunda……”batin Ray. ˜ ˜

Rabu, 03 November 2010

Karangan Ragam Non Standar

Murid-murid SMU gelora sebentar lagi akan lepas dari status sebagai pelajar. Banyak yang sudah merencanakan kuliah di kampus-kampus incaran mereka. Rasa yang ada campur aduk, ada rasa senang, rasa deg-deg an, rasa haru karena akan berpisah dan memilih kampus andalan masing-masing. Vica hanya bisa melamun. Kampus incarannya dan sahabatnya sudah ada dan kebetulan sama. Hanya hatinya yang belum sepenuhnya ikhlas melepas sekolahnya itu. Vica hanya melamun sambil memandangi langit-langit kelasnya ditemani sahabatnya Tira.
"Vica, ayo cepat sebentar lagi kuliah etika bisnis dimulai" ,teriak Tira sambil menepuk pundak sahabatnya itu dari belakang. Sudah dua minggu terakhir Vica sering melamun. "Hayo, lagi mikirin apa? Pak Handy, dosen bahasa Inggris kita ya?" ,canda Tira pada sahabatnya itu. "Ra, kejadian 3tahun lalu masih membekas dan terasa sekali, aku masih ingat warna cat langit-langit kelas kita, aku masih ingat dimana Rocky duduk, apa pelajaran favoritenya" ,jelas Vica pada sahabatnya itu. "Ya ampun, Vica..kamu masih belum bisa melupakan Rocky? Aku kira kamu tidak pernah lagi memikirkan dia setelah kita menjadi mahasisiswi, apalagi banyak sekali cowok-cowok tampan itu yang mendekatimu" , celutuk Tira. "Ra,kamu tidak tahu, aku selalu merindukan Rocky, itulah salah satu rasa terberatku melepaskan SMU kita. Sampai pernah aku berharap agar aku dan Rocky tidak lulus dalam ujian kelulusan" ucap Vica lirih. "Oh My GOD, apa aku tidak salah dengar, baru kali ini ku dengar mimpi terkonyol dari seorang pelajar, tidak pernah ada pelajar yang berharap tidak lulus kecuali kamu Vica!! Cintamu benar-benar buta Vica, ucap Tira serasa tak percaya akan kejujuran sahabatnya yang baru dia dengar. Setelah kelulusan dari SMU ANDARA memang Vica tak pernah lagi mendengar kabar tentang Rocky. Terakhir kabar yang dia dengar ketika reuni sekolah, ada yang mengabarkan bahwa Rocky kuliah diluar negeri, tidak ada kabar tepatnya di negara mana.
Seminggu lagi reuni ketiga yang diadakan selepas kelulusan SMU gelora. Vica berharap reuni ketiga kali ini pujaan hatinya hadir. Itulah semangat terbesarnya tiap kali pergi reuni. Teman-teman SMU nya sudah banyak yang memiliki pacar. Vica sendiri tetap percaya pada rindunya untuk bisa bersama Rocky. Alasan itulah yang membuatnya menolak puluhan cowok yang mendekatinya. Percaya pada mimpi tang telah dipendamnya bertahun-tahun selalu membuatnya bersemangat. "Selamat sore tante, Vicanya ada?" salam Tira dengan sopan. "Ada, kamu tunggu sebentar ya nanti tante panggilkan" sambut mama Vica dengan hangat.Selang beberapa menit kemudian Vica keluar dari kamarnya, dandannya terlihat begitu girly dengan wangi parfum white musk nya yang begitu kalem. Rok nya agak sedikit pendek, dengan high heels coklat favoritenya. "Kamu sudah lama menunggu Ra?", tanya Vica. "Nggak juga, pkoknya untuk sahabatku, 5jam juga gak apa-apa,hehe.." , canda Tira.
Tepat jam tujuh malam, mobil Tira sampai di parkiran SMU gelora. Hiruk-pikuk ramai sekali para alumni SMU ANDARA sibuk memarkirkan kendaraan mereka. Vica dan Tira segera bergegas menuju aula tempat acara. Ternyata sudah ramai sekali. "Hai, Tora bagaimana kabarmu? tanya Tira pada teman SMU nya yang sering nyontek Inggris bareng. Tira memang tidak tidak terlalu pandai mata pelajaran Inggris, dia sangat menyukai pelajaran sosiologi. Berbeda dengan Vica yang sangat menyukai pelajaran bahasa Inggris, nilainya selalu diatas 8. Sementara Tira sibuk menyapa teman-teman lama di SMU, Vica sibuk mencari-cari seseorang di tengah keramaian para alumni SMU ANDARA. Sampai dia tak sadar sedang diperhatikan oleh Fendy, cowok yang sudah lama sekali naksir dengannya. "Vica, kamu lagi cari siapa sih? masih berharap si dia muncul? Mungkin dia udah punya gebetan bule, makanya nggak mau lagi balik ke sini,hehe.." , canda Tira pada sahabatnya itu. "Kok, kamu bilang gitu sih? Jahat banget sih?" seru Vica setengah mengambek.
Hampir dua jam acara telah berlalu tapi sang pujaan hati Vica tetap tidak terlihat. Vica sudah setengah putus asa. "Mengapa dia tidak pernah mengerti isi hatiku? Mengapa harus selalu aku yang merindukannya setiap hari? Mengapa rindu itu hanya untuknya. Miss you.." gumam Vica dalam hatinya. Rindu Vica pada Rocky selalu hidup, tak pernah terkubur di hatinya. Dia sendiri terkadang merasa sepi karena rindunya itu, tapi dia begitu menikmati rasa rindunya dan berharap suatu saat rindunya akan terjawab walau apapun yang terjadi. Vica pun telah berjanji pada hatinya untuk melepaskan mimpi pada pujaan hatinya itu jika sang pujaan hati telah memilih wanita lain. Tapi rasa rindunya selalu ada dan hidup dalam hatinya. Itulah rindu yang begitu dalam, tidak pernah ada rindu sedalam itu.
"Selamat malam, saudara-saudari alumni SMU gelora. Malam ini ada seseorang yang ingin dibacakan puisinya" , seru MC pembawa acara malam itu. "Semoga puisi ini juga bisa mengulang kembali nostalgia kalian ya, boleh aku bacakan sekarang ya atas permintaan seseorang" jelas sang MC.
sang malam tolong temani aku malam ini
bulan terangi malamku,
sunyi malam ini,
aku hanya bisa mencium wangi nya malam
angin menghembuskan rinduku
bintang hanya bisa terdiam mengukur rinduku
aku ingin melayang......
hanya ingin menyampaikan rindu ku
hanya ingin menabur percik-percik cintaku
hanya rindu untuk dia......
Miss you...

Senin, 25 Oktober 2010

Tugas bab 3&4

UCAPAN DAN EJAAN
A. Ucapan
Bahasa Indonesia bagi sebagian besar penuturnya adalah bahasa kedua. Para penutur yang berbahasa Indonesia, bahasa Indonesia mereka terpengaruh oleh bahasa daerah yang telah mereka kuasai sebelumnya. Pengaruh itu dapat berkenaan dengan semua aspek ketatabahasaan. Pengaruh yang sangat jelas ialah dalam bidang ucapan. Pengaruh dalam ucapan itu sulit dihindarkan dan menjadi ciri yang membedakan ucapan penutur bahasa Indonesia dari daerah satu dengan daerah yang lain. Sering dengan mudah kita dapat menentukan daerah asal seorang penutur berdasarkan ucapan bahasa Indonesianya.
B. Ejaan
1. Pengantar
Ejaan penting sekali artinya dalam kaitannya dengan penggunaan bahasa Indonesia produktif tulis. Dalam tulis-menulis orang tidak hanya dituntut untuk dapat menyusun kalimat dengan baik, memilih kata yang tepat, melainkan juga mengeja kata-kata dan kalimat tersebut sesuai dengan ejaan yang berlaku. Dalam surat-surat pribadi dan kalimat catatan harian misalnya, ketaatan dalam EYD tidak mutlak. Dalam karangan ilmiah, dalam makalah, dan dalam surat-surat perjanjian, kaidah ejaan harus betul-betul ditaati.
Sebelum, EYD diumumkan, dalam tulis menulis dipergunakan Ejaan Soewandi atau ejaan Republik. Ejaan tersebut diumumkan berlakunya terhitung mulai 19 maret 1947. sebelum ejaan Soewandi berlaku Ejaan Van Ophuysen yang ketentuannya dimuat dalam Kitab Logat Melajoe yang disusun dengan bantuan Engku Nawawi Gelar Soetan Ma’Mur dan Muhammad Taib Soetan Ibrahim. Ejaan ini dinyatakan mulai berlaku sejak tahun 1901, sebelum ejaan Van Ophuysen berlaku dalam tulis menulis dalam bahasa Melayu, digunakan huruf
2
Jawi atau Arab Melayu dan juga dengan huruf Latin dengan ejaan yang tidak teratur.
2. Penulisan Huruf
a. Penulisan Huruf Kapital
Sudah kita ketahui bahwa huruf kapital digunakan untuk mengawali kalimat yang baru. Di samping itu huruf kapital juga digunakan sebagai huruf awal pada nama diri. Ucapan langsung juga diawali dengan huruf kapital.
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama yang berhubungan dengan nama Tuhan dan Kitab suci. Untuk Tuhan kata gantinya pun ditulis dengan huruf kapital.
Contoh: Semoga Dia tidak melupakan hamba-Nya
Hanya Engkaulah yang kami sembah.
Dalam kaitanya dengan nama diri, gelar kehormatan, keturunan, atau kagamaan, juga ditulis dengan huruf kapital.
Contoh: Nabi Ibrahim
Haji Agus Salim
Sultan Hasanudin
Tentu saja terpisah dari nama diri, dalam pengertian umum, huruf-huruf tersebut ditulis dengan huruf kecil.
Contoh: Dia baru saja diangkat menjadi sultan
Tahun ini dia pergi naik haji.
Nama jabatan juga ditulis diawal dengan huruf kapital apabila dikaitkan dengan nama instansi atau nama daerah sebagai pengganti nama diri.
Contoh: Gubernur DKI Jakarta
Rektor Universitas Gunadarma
Nama diri atau nama lembaga yang terdiri atas beberapa kata, kata-kata tersebut diawali dengan huruf kapital kecuali apabila kata tersebut berupa kata tegas.
Contoh : Amir Hamzah, Halim Perdana Kusuma, Sapardi Djoko Damono
Nama lembaga contohnya : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
3
Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa
Kata-kata yang menunjukkan hubungan kekerabatan, seperti bapak, ibu, saudara, paman, huruf awalnya ditulis dengan huruf kapital, apabila digunakan sebagai kata sapaan atau kata yang digunakan untuk menyebut lawan bicara.
Kata “anda”yang dalam Pedoman Ejaan yang Disempurnakan terbitan yang lama cukup ditulis dengan huruf kecil dalam edisi tahun 1988 ditetapkan harus diawali dengan huruf kapital. Perlu dijelaskan bahwa kata anda bukanlah kata sapaan melainkan betul-betul merupakan kata ganti seperti halnya kamu dan engkau. Jadi dengan ditetapkanya penulisan “Anda” yang diawali dengan huruf kapital tidak ada lagi kata “Anda” yang diawali dengan huruf kecil.
Kemudian kata-kata yang digunakan dalam pengertian khusus harus ditulis dengan huruf kapital, sedangkan kata-kata dengan pengertian umum ditulis dengan huruf kecil. Kata presiden, gubernur, universitas, atau fakultas misalnya, dalam pengertian umum ditulis dengan huruf kecil.
Contoh: Suatu negara yang berbentuk republik itu dikepalai oleh seorang presiden.
Suatu provinsi dikepalai oleh seorang gubernur
Dalam pengertian khusus kata-kata tersebut diawali dengan huruf kapital.
Misalnya: Presiden Republik Indonesia akan melawat ke luar negri.
Ia diterima menjadi mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma tahun kuliah 2003/2004.
Nama diri yang kemudian menjadi nama jenis, tidak perlu ditulis dengan huruf kapital.
Contoh: Ayah membeli mesin diesel.
Adik gemar sekali pisang ambon
Berapa harga seikat rambutan aceh?
Ibu membeli garam inggris.
Nama diri yang biasanya diawali huruf kapital itu juga ditulis dengan huruf kecil apabila diapit dengan awalan atau akhiran.
Contoh: Ucapan keinggris-inggrisan.
4
Masalah-masalah ketuhanan jangan dicampuradukkan dengan masalah-masalah keduniaan.
b. Huruf Tebal dan huruf Miring
Seperti halnya nama lembaga, judul buku atau karangan kata-katanya harus diawali dengan huruf kapital. Kecuali yang berupa kata tugas. Berbeda dengan nama lembaga, judul buku atau nama majalah, harus ditulis dengan huruf tebal. Apabila ditulis dengan tangan kata-kata yang merupakan judul buku ini harus diberi garis bawah.
Contoh: Tata Bahasa Baku Indonesia
Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
Contoh penulisan nama majalah:
Pengajaran Bahasa dan Sastra
Pembinaan Bahasa Indonesia
Hukum dan Keadilan
Judul naskah yang belum diterbitkan sebagai buku seperti naskah skripsi, tesis, atau disertai cukup ditulis dalam tanda petik (“___”)
Contoh: “Ejaan yang Benar dalam bahasa Indonesia “.
“Frase Nomina dalam bahasa Indonesia”.
Judul-judul tersebut kalau dicetak ditulis dengan huruf miring.
Contoh: “Ejaan yang Benar dalam bahasa Indonesia “.
“Frase Bilangan dalam bahasa Indonesia”.
Judul karangan yang dimuat dalam majalah atau dalam buku kumpulan karangan, atau judul satu bab dari suatu buku yang harus ditulis dengan huruf miring, kalau diketik atau ditulis tangan di antara tanda petik.
Contoh: Karangan Djoko Kencono yang berjudul “Penyempurnaan Ejaan Bahasa Indonesia” dimuat dalam buku Bahasa dan Kesustraan Indonesia sebagai Cermin Manusia Indonesia Baru.
Huruf miring juga dipergunakan untuk menegaskan atau mengkhususkan kata, bagian kata atau kelompok kata.
5
Contoh: Huruf pertama kata abad adalah a.
Dia bukan menipu tetapi ditipu (“me-“ dan “di-“ ditulis miring)
Yang saya maksudkan prestasi bukan prestise.
Buatlah kalimat-kalimat dengan kata berlepas tangan.
Huruf miring juga digunakan untuk menuliskan nama ilmiah atau ungkapan asing yang belum disesuaikan ejaannya.
Contoh: Nama ilmiah buah manggis ialah carcinia mongostana
Politik devide et impera pernah merajalela di negri ini.
Dalam beberapa buku kadang huruf tebal itu tidak dipergunakan dan yang digunakan adalah huruf miring. Dalam hal ini huruf miring digunakan untuk judul buku dan majalah.
4. Penulisan Partikel dan Awalan
Dalam menulis kata-kata sesuai dengan Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan perlu diperhatikan penulisan kata atau partikel yang dirangkaikan dan yang tidak dirangkaikan.
Ada kata atau awalan yang harus ditulis serangkai, yaitu adi- misalnya pada adidaya, adikuasa, adimarga, adibusana. Juga awalan awa- pada awabau, awaair, awawarna, awasuara. Awalan awa- ini digunakan untuk mengindonesiakan awalan de- pada kata-kata pinjaman dari bahasa Inggris dan belanda seperti deodorant, dehidrasi, devoice yang artinya ‘penghilangan’ atau ‘alat’ untuk menghilangkan’. Juga mala- seperti pada malabentuk, malapraktik, malagizi.
Kata antara ditulis terpisah, tetapi antar- ditulis serangkai. Contoh: antarkota, antarpulau, antarnegara, antarbangsa.
Kata maha apabila dirangkai dengan kata dasar ditulis serangkai. Contoh: mahasiswa, mahaguru, Mahakuasa, Mahaadil. Tetapi apabila dirangkai dengan kata bentukan tidak dirangkaikan. Contoh: Maha Pemurah, Maha Mengetahui, Maha Pengampun. Yang dikecualikan dari ketentuan di atas ialah kata Maha esa yang meskipun kata maha itu dirangkai dengan kata dasar, tetapi harus dipisah
6
Ejaan yang betul menurut Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan ialah Tuhan Yang Maha Esa.
Bentuk-bentuk lain yang dirangkai ialah awalan pra-, pasca-, pramu-, purna-, tuna-. Contoh: prasejarah, pascasarjana, pascapanen, pramuwisata, pramuria, purnawaktu, purnawirawan, swadaya, swalayan, swasembada, tunakarya, tunasusila, tunarungu.
Kata-kata seperti anti-, non-, sub-, poli-. ultra-, supra-, Juga ditulis serangkai dengan kata mengikuti, seperti antikomunis, nongelar, subunit, politeknik, ultramodern, supranatural.
Seperti yang sudah disebutkan di muka, gabungan dua kata yang diapit oleh awalan dan akhiran juga ditulis serangkai. Contoh: pertanggungjawaban, ketidakhadiran, dan menandatangani.
Kata-kata yang harus ditulis serangkai ialah: padahal, daripada, barangkali, sekaligus, apabila, bilamana, jikalau, andaikata, manakala.
5. Penulisan Bilangan
Bilangan ada yang harus ditulis dengan angka, ada yang harus ditulis dengan huruf. Bilangan yang menunjukan tahun, jam, tanggal, nomor rumah, harus ditulis dengan angka. Begitu juga bilangan yang digunakan untuk memberi nomor bab, subbab, atau bagian-bagian dari subbab.
Bilangan yang menunjukkan jumlah dari satu sampai sembilan ditulis dengan huruf, jumlah seperti “dua juta rupiah” dapat juga ditulis dengan huruf, kecuali di dalam tabel atau grafik. Dalam tabel atau grafik jumlah satu sampai sembilan pun ditulis dengan angka.
Di samping itu jumlah seperti uang, luas tanah, berat suatu benda, jarak antara suatu tempat dengan tempat lain, singkatnya jumlah yang menyatakan ukuran dengan timbangan, selalu ditulis dengan angka, atau kadang ditulis dengan angka tetapi juga disertai dengan huruf yang ditaruh di antara tanda kurung.
Dalam penulisan jumlah, ukuran dan timbangan itu di gunakan juga tanda titik dan koma. Singkatan-singkatan seperti Rp (rupiah), kg (kilogram), m (meter), lt (liter) tidak perlu ditulis dengan tanda titik. Tanda titik digunakan pada jumlah
7
satuan ribuan. Contoh: 1.000.000. untuk bilangan yang menyatakan rupiah digunakan tanda koma di belakang satuan rupiah yang diikuti oleh nol nol untuk satuan ketip dan sen. Jadi jumlah yang satu juta lima ratus ribu rupiah ditulis Rp 1.500.000,00.
Untuk menyatakan jam, misalnya pukul setengah tiga, tanda titik itu ditaruh antara jam dan menit. Untuk jumlah waktu yang terdiri atas jam, menit, dan detik digunakan dua titik. Misalnya: dua jam lima belas menit sepuluh detik ditulis 2.15.10.
Bilangan tingkat dapat dinyatakan dengan huruf, dengan angka, dan dengan huruf dan angka. Jadi ketiga dapat ditulis ketiga atau ke-3 atau III, abad kedua puluh, abad ke-20 abad XX. Jadi awalan ke hanya digunakan apabila dihubungkan dengan angka Arab. Angka Romawi tanpa awalan ke- sudah menyatakan tingkat.
Dalam kuitansi atau surat-surat yg mempunyai kekuatan hukum jumlah yang ditulis dengan angka masih disertai jumlah yang ditulis dengan huruf yang ditulis di antara tanda kurung.
6. Tanda Baca
Ada bermacam-macam tanda baca/pungtuasi, seperti titik (.), koma (,), titik koma (;), titik dua (: ), dan petik (“..”)
a) TANDA TITIK (.)
Sudah kita ketahui tanda titik dipakai untuk menandai berakhirnya kalimat. Di samping itu tanda titik juga digunakan sesudah nomor bab atau subbab atau bagian dari subbab. Penomoran bab atau subbab yang menggunakan sistem persepuluh pada angka terakhir tidak disertai titik untuk menghemat tempat.
Singkatannya yang terdiri dari huruf-huruf kapital, seperti SMP, SMA, ABRI tidak menggunakan titik. Singkatan dengan huruf kapital yang merupakan gelar yang diletakkan di belakang nama tetap menggunakan titik di belakang tanda koma tersebut.
8
Contoh: Dr. Dharma Tintri, Izzati Amperaningrum SE. MM singkatan yang menggunakan huruf kecil menggunakan titik. Misalnya:
atas nama a.n.
untuk beliau u.b.
dan sebagainya dsb.
Yang perlu diperhatikan adalah kapan seharusnya titik tidak digunakan. Kesalahan yang sering terjadi ialah digunakan titik pada tempat yang seharusnya tidak menggunakan titik. Judul bab atau judul bagian subbab perlu menggunakan titik apabila judul itu langsung diikuti uraian yang dimulai dengan baris yang sama dengan judul subbab atau judul bagian subbab tersebut.
Alamat surat, baik alamat pengirim ataupun alamat yang dituju, juga tidak menggunakan titik karena alamat tersebut tidak merupakan kalimat. Tanda titik juga tidak dipakai pada singkatan-singkatan yang berkenaan dengan ukuran atau timbangan, seperti Rp (rupiah), kg (kilo gram), m (meter), lt (liter) dan sebagainya. Tanda titik juga digunakan dalam daftar pustaka yang rujukanya menggunakan sistem rujukan tahun dan halaman. Karangan yang menggunakan rujukan pengarang atau penyuting, antara judul buku dan kota penerbit.
Contoh: Alisyahbana, Sutan Takdir. 1949. Tata Bahasa Baru Indonesia. Jakarta: Pustaka Rakyat.
b). TANDA KOMA (,)
Koma digunakan untuk menandai adanya jeda atau kesenyapan antara dalam suatu kalimat. Tanda koma sering digunakan setelah seruan, seperti: ah, wah, aduh, ya, hai, dan sebagainya. Juga sesudah kata-kata seperti meskipun begitu, jadi, namun demikian, oleh karena itu, maka dari itu. Tanda koma juga digunakan dalam kalimat majemuk yang anak kalimatnya mendahului induk kalimatnya.
Contoh: Meskipun hujan, ia pergi juga ke kantor,
Karena sakit, ia tidak jadi pergi ke Jakarta
Tanda koma digunakan juga untuk memisahkan dua kalimat yang setara yang dihubungkan dengan kata tetapi, atau, melainkan.
9
Contoh: Orang itu kaya, tetapi tidak kikir
Yang sudah lulus bukan dia, melainkan adiknya
Tanda koma juga digunakan untuk membatasi unsur-unsur dalam suatu perincian.
Contoh: Jurusan-jurusan dalam Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma ialah Jurusan Akuntansi, dan Jurusan Manajemen.
Yang harus diperhatikan ialah sebelum dan masih digunakan tanda koma.
Tanda koma juga digunakan dalam rujukan kurung atau dalam rujukan tahun dan halaman, untuk membatasi nama akhir pengarang dengan tahun penerbit.
Contoh: Kalimat ialah satuan kumpulan yang mengandung arti penuh (Alisyahbana, 1953 :20)
Tanda koma juga digunakan untuk membatasi kata-kata dalam kalimat petikan langsung.
Contoh: Ibu berkata, “Ayahmu belum pulang”.
“Saya gembira sekali”, kata Pak lurah, “desa kita menjadi juara pertama”.
Tanda koma sering digunakan untuk mengapit atau menyisipkan keterangan tambahan.
Contoh: pemuda itu, yang bertahun-tahun merantau, sudah pulang ke desanya.
Tanda koma juga dipakai di antara nama dan alamat, bagian-bagian alamat, dan di antara nama tempat dan wilayah suatu negara yang ditulis secara beruntun.
Contoh: Yth. DR. Aries Budi Setyawan. , Dosen Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma, Jakarta
Seperti yang sudah disebutkan di atas, maka koma juga digunakan untuk membatasi nama dan gelar yang terletak di belakang nama, jumlah rupiah, ketip dan sen, antara satuan dan persepuluh.
Contoh: Prof. Dr. Dali S. Naga.
Rp1.250,50
10
Nilainya 7,5
c). TITIK KOMA (;)
Tanda titik koma digunakan untuk memisahkan bagian kalimat yang sejenis dan setara.
Contoh: Semua murid diperlakukan sama; tidak ada murid yang dianakemaskan.
Tanda titik koma juga digunakan untuk membatasi bagian-bagian kalimat yang sudah mengandung koma.
Contoh: Di toko swalayan itu Amin membeli kemeja, sepatu, sapu tangan, dan kaos kaki; Ali membeli ikat pinggang, topi, dasi dan kaca mata; sedang Amat membeli buku tulis, pulpen, penggaris, dan minyak rambut.
Tanda titik koma digunakan juga untuk memisahkan kalimat-kalimat dalam suatu perincian.
Contoh: Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada:
1. Bapak DR. Aries Budi Setyawan dan Ibu Masodah SE. MM sebagai pembimbing 1 dan pembimbing 2, yang dengan penuh kesabaran telah memberikan petunjuk dan nasihat-nasihatnya;
2. Ibu Izzati Amperaningrum SE. MM , dosen wali penulis yang telah banyak memberikan bimbingan selama penulis belajar di Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma;
3. Ir. Arjuna, pacar penulis yang dengan setia mendampingi penulis menyelesaikan skripsi ini.
Dalam surat-surat keputusan tanda titik koma banyak digunakan untuk membatasi kalimat-kalimat yang merupakan bagian dari konsideransi dan bagian dari isi putusan itu sendiri.
Contoh: Mengingat bahwa 1……………….;
2……………….;
3……………….;
11
Membimbing 1……………….;
2……………….;
3……………….;
Memutuskan 1……………….;
2……………….;
3……………….;
d) TITIK DUA (:)
Tanda titik dua dipakai akhir suatu pernyataan yang lengkap dan diikuti oleh rangkaian atau perincian.
Contoh : Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma mempunyai dua jurusan: Jurusan Akuntansi dan Jurusan Manajemen.
Titik dua juga digunakan pada kata-kata misalnya, contohnya, dan sebagai berikut yang diikuti perinciaan.
Tanda titik dua juga digunakan untuk pemerian yang berbentuk formula, misalnya pemerian suatu organisasi sebagai berikut:
Ketua : Meilani
Sekretaris : Lies Handrijaningsih
Bendahara : Sri Kurniasih Agustin
Juga dalam surat- surat undangan yang menyebutkan hari/tanggal, pukul, tempat, dan cara dalam bentuk formula berikut:
Dengan Hormat,
Kami mengharapkan kehadiran Bapak/Ibu/Saudara dalam suatu rapat pengurus
Yang akan kita selenggarakan pada:
Hari/tanggal : Senin, 25 Juli 2005
Pukul : 10.30
Tempat : Di Gedung 5 Lantai 1 Depok
Jl. Margonda Raya 100 Pondok Cina -Depok .
Dengan acara : Penyusunan Rencana Kegiatan Akademis.
12
Apabila uraian diatas tidak disusun dengan formula seperti tersebut diatas, tanda titik dua tidak perlu dipergunakan.
Contoh : Organisasi itu diketuai oleh Meiliani, dengan sekretaris, Lies Handrijaningsih, dan bendahara Sri Kurniasih Agustin.
Rapat itu diselenggarakan pada tanggal 25 Juli 2005, pukul 10.30 diruang sidang Gedung 5 Lantai 1 Depok.
Tanda titik dua juga digunakan untuk membatasi judul karangan dengan subjudulnya, di antara surat dan ayat dalam kitab suci, diantara tahun dan halaman dalam rujukan kurung antara nama kota dan nama penerbit dalam daftar pustaka.
Contoh: Ekonomi dan Koperasi: Suatu Pengantar Singkat (Ramlan, 1982 :12)
e) TANDA PETIK (“- “ )
Di atas disebutkan bahwa yang ditulis dengan tanda petik dalam tulisan atau ketikan biasanya dicetak dengan huruf miring. Penggunaan tanda petik dalam petikan langsung tidak dicetak dengan huruf miring, melainkan tetap dicetak dengan suatu majalah pun tanda petik itu tetap digunakan. Dalam karangan tercetak tanda petik juga digunakan untuk menandai kata-kata yang tidak digunakan dalam arti yang sebenarnya. Misalnya : Itu dia “pahlawan” kita datang.
f) TANDA HUBUNG (-)
Tanda hubung digunakan untuk menghubungkan kata-kata yang diulang seperti meja-meja , berjalan-jalan, buah-buahan.
Tanda hubung digunakan apabila huruf-huruf dirangkaikan dengan bilangan, huruf kecil, atau huruf kecil yang dirangkaikan dengan huruf kapital.
Contoh: Abad ke-20
Tuhan selalu melindungi hamba-nya
Ijazah SMA-nya hilang.
Tanda hubung juga digunakan untuk membatasi tanggal, bulan, dan tahun apabila semuanya ditulis dengan angka.
Contoh: Jakarta, 27-11-2005
13
Tanda hubung juga digunakan untuk menghubungkan awalan atau akhiran dalam bahasa Indonesia yang dirangkaikan dengan kata dasar asing.
Contoh: Di-smash , pen-tackle-an
Tanda hubung juga digunakan untuk mendai hubungan kata-kata dalam kelompok kata agar tidak menimbulkan tafsiran yang tidak dikehendaki.
Contoh: Istri pejabat yang nakal itu.
Untuk menjelaskan bahwa yang nakal itu adalah istri pejabat maka antara istri dan pejabat perlu diberi tanda hubung . Kalau yang nakal itu pejabat maka yang diberi tanda hubung antara yang nakal dan pejabat . (istri-pejabat yang nakal itu. Istri pejabat-yang nakal itu)
7. TANDA-TANDA BACA YANG LAIN
Tanda–tanda baca yang lain ialah tanda pisah (-), tanda elipsis (…), tanda tanya (?), tanda seru (!), tanda kurung ( ), tanda kurung siku ([ ]), tanda garis miring (/) dan tanda penyingkat/apostrof (‘)
Contoh: Kemerdekaan bangsa itu- saya yakin akan tercapai-diperjuangkan oleh bangsa itu sendiri.
Rangkaian temuan ini – evolusi, teori kenisbian, dan kini juga pembelahan atom – telah mengubah konsepsi kita tentang alam semesta.
Tanda pisah juga digunakan dalam arti”sampai dengan”.
Contoh : 1950--2005
Tanggal 18—Mei 2005
Pukul 09.30—11.00
Semarang – Jakarta
Tanda elips (…) digunakan untuk menandai tuturan yang terputus-putus.
Contoh : Kalau engkau tidak mau ….yah…, biarlah saya pulang saja.
Tanda elips yang digunakan dalam suatu kutipan menunjukan bahwa ada kata-kata yang tidak dikutip dalam kutipan tersebut.
ontoh : “Morfem ialah ….bentuk bebas yang terkecil”
14
Tanda tanya digunakan untuk menandai kalimat tanya dan diletakan di akhir kalimat.
Contoh : Di mana rumahmu?
Tanda tanya yang ditaruh di antara tanda kurung digunakan untuk menyatakan keragu-raguan atau kesangsian
Contoh : Ia dilahirkan pada tahun 1896 (?)
Uangnya sebanyak sepuluh juta rupiah(?) telah hilang
Tanda seru digunakan untuk menandai seruan/perintah/panggilan
Tanda kurung juga digunakan untuk mengapit penjelasan atau keterangan
Contoh: Bagian perencanaan sudah selesai merencanakan DIK (Daftar Isi Kerja) kantor ini.
Tanda kurung juga untuk mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan merupakan bagian yang pokok dari pembicaraan.
Contoh : keterangan ini )lihat tabel 10) menunjukan arus perkembangan baru dalam pemasaran dalam negeri.
Selanjutnya tanda kurung juga dipergunakan untuk mengapit angka atau huruf yang memerinci keterangan.
Contoh: Faktor produksi menyangkut masalah (a) alam , (b) tenaga kerja dan (c) modal.
Tanda kurung siku digunakan sebagai tanda koreksi bahwa dalam naskah itu terdapat huruf , kata, atau kelompok kata yang ditulis di antara tanda kurung siku tersebut.
Contoh: Si Bintang Men[d]engar bunyi gemerisik.
Tanda kurung siku di gunakan juga untuk memberi tanda kurung di dalam bagian kalimat yang sudah menggunakan tanda kurung.
Contoh: Persamaan kedua proses ini (perbedaannya dibicarakan di dalam Bab 11 [lihat halaman 25 –38] tidak dibicarakan ) perlu di bentangkan di sini
Tanda garis miring digunakan dalam penomoran surat.
Contoh; NO :7/TP09/k/91
Dalam alamat untuk membatasi antara gang dengan nomor.
15
Contoh: Jl. Erlangga 7/19
Untuk menunjukkan tahun anggaran atau tahun kuliah.
Contoh : 2003/2004
Garis miring berarti juga tiap-tiap atau per.
Contoh : Rp2500/orang
Tanda penyingkat atau apostrof (‘) digunakan untuk menunjukan adanya bagian –bagian yang dilesapkan.
Contoh : Istana yang megah ‘kan ku dirikan (kan=akan)
Malam ‘lah tiba (‘lah=telah)
Januari’05 (‘05=2005)

Kamis, 30 September 2010

Tugas bahasa indonesia(bab 1&bab 2)

BAB I
FUNGSI BAHASA
Pengertian Bahasa
Menurut Gorys Keraf (1997 : 1), Bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Mungkin ada yang keberatan dengan mengatakan bahwa bahasa bukan satu-satunya alat untuk mengadakan komunikasi. Mereka menunjukkan bahwa dua orang atau pihak yang mengadakan komunikasi dengan mempergunakan cara-cara tertentu yang telah disepakati bersama. Lukisan-lukisan, asap api, bunyi gendang atau tong-tong dan sebagainya. Tetapi mereka itu harus mengakui pula bahwa bila dibandingkan dengan bahasa, semua alat komunikasi tadi mengandung banyak segi yang lemah.
Bahasa memberikan kemungkinan yang jauh lebih luas dan kompleks daripada yang dapat diperoleh dengan mempergunakan media tadi.
Aspek Bahasa
Bahasa merupakan suatu sistem komunikasi yang mempergunakan simbol-simbol vokal (bunyi ujaran) yang bersifat arbitrer, yang dapat diperkuat dengan gerak-gerik badaniah yang nyata. Ia merupakan simbol karena rangkaian bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia harus diberikan makna tertentu pula. Simbol adalah tanda yang diberikan makna tertentu, yaitu mengacu kepada sesuatu yang dapat diserap oleh panca indra.
Berarti bahasa mencakup dua bidang, yaitu vokal yang dihasilkan oleh alat ucap manusia, dan arti atau makna yaitu hubungan antara rangkaian bunyi vokal dengan barang atau hal yang diwakilinya,itu. Arti yang terkandung dalam suatu rangkaian bunyi bersifat arbitrer atau manasuka. Arbitrer atau manasuka berarti tidak terdapat suatu keharusan bahwa suatu rangkaian bunyi tertentu harus mengandung arti yang tertentu pula. Apakah seekor hewan dengan ciri-ciri tertentu dinamakan anjing, dog, hund, chien atau canis itu tergantung dari kesepakatan anggota masyarakat bahasa itu masing-masing.
Benarkah Bahasa Mempengaruhi Perilaku Manusia?
Menurut Sabriani (1963), mempertanyakan bahwa apakah bahasa mempengaruhi perilaku manusia atau tidak? Sebenarnya ada variabel lain yang berada diantara variabel bahasa dan perilaku. Variabel tersebut adalah variabel realita. Jika hal ini benar, maka terbukalah peluang bahwa belum tentu bahasa yang mempengaruhi perilaku manusia, bisa jadi realita atau keduanya.
Kehadiran realita dan hubungannya dengan variabel lain, yakni bahasa dan perilaku, perlu dibuktikan kebenarannya. Selain itu, perlu juga dicermati bahwa istilah perilaku menyiratkan penutur. Istilah perilaku merujuk ke perilaku penutur bahasa, yang dalam artian komunikasi mencakup pendengar, pembaca, pembicara, dan penulis.
3. 1. Bahasa dan Realita
Fodor (1974) mengatakan bahwa bahasa adalah sistem simbol dan tanda. Yang dimaksud dengan sistem simbol adalah hubungan simbol dengan makna yang bersifat konvensional. Sedangkan yang dimaksud dengan sistem tanda adalah bahwa hubungan tanda dan makna bukan konvensional tetapi ditentukan oleh sifat atau ciri tertentu yang dimiliki benda atau situasi yang dimaksud. Dalam bahasa Indonesia kata cecak memiliki hubungan kausal dengan referennya atau binatangnya. Artinya, binatang itu disebut cecak karena suaranya kedengaran seperti cak-cak-cak. Oleh karena itu kata cecak disebut tanda bukan simbol. Lebih lanjut Fodor mengatakan bahwa problema bahasa adalah problema makna. Sebenarnya, tidak semua ahli bahasa membedakan antara simbol dan tanda. 3
Richards (1985) menyebut kata table sebagai tanda meskipun tidak ada hubungan kausal antara objek (benda) yang dilambangkan kata itu dengan kata table.
Dari uraian di atas dapat ditangkap bahwa salah satu cara mengungkapkan makna adalah dengan bahasa, dan masih banyak cara yang lain yang dapat dipergunakan. Namun sejauh ini, apa makna dari makna, atau apa yang dimaksud dengan makna belum jelas. Bolinger (1981) menyatakan bahwa bahasa memiliki sistem fonem, yang terbentuk dari distinctive features bunyi, sistem morfem dan sintaksis. Untuk mengungkapkan makna bahasa harus berhubungan dengan dunia luar. Yang dimaksud dengan dunia luar adalah dunia di luar bahasa termasuk dunia dalam diri penutur bahasa. Dunia dalam pengertian seperti inilah disebut realita.
Penjelasan Bolinger (1981) tersebut menunjukkan bahwa makna adalah hubungan antara realita dan bahasa. Sementara realita mencakup segala sesuatu yang berada di luar bahasa. Realita itu mungkin terwujud dalam bentuk abstraksi bahasa, karena tidak ada bahasa tanpa makna. Sementara makna adalah hasil hubungan bahasa dan realita.
3.2. Bahasa dan Perilaku
Seperti yang telah diuraikan di atas, dalam bahasa selalu tersirat realita. Sementara perilaku selalu merujuk pada pelaku komunikasi. Komunikasi bisa terjadi jika proses decoding dan encoding berjalan dengan baik. Kedua proses ini dapat berjalan dengan baik jika baik encoder maupun decoder sama-sama memiliki pengetahuan dunia dan pengetahuan bahasa yang sama. (Omaggio, 1986).
Dengan memakai pengertian yang diberikan oleh Bolinger(1981) tentang realita, pengetahuan dunia dapat diartikan identik dengan pengetahuan realita. Bagaimana manusia memperoleh bahasa dapat dijelaskan dengan teori-teori pemerolehan bahasa. Sedangkan pemerolehan pengetahuan dunia (realita) atau proses penghubungan bahasa dan realita pada prinsipnya sama, yakni manusia memperoleh representasi mental realita melalui pengalaman yang langsung atau melalui pemberitahuan orang lain. Misalnya seseorang menyaksikan sebuah kecelakaan terjadi, orang tersebut akan memiliki representasi mental tentang kecelakaan tersebut dari orang yang langsung menyaksikannya juga akan 4
membentuk representasi mental tentang kecelakaan tadi. Hanya saja terjadi perbedaan representasi mental pada kedua orang itu.
Fungsi Bahasa
Menurut Felicia (2001 : 1), dalam berkomunikasi sehari-hari, salah satu alat yang paling sering digunakan adalah bahasa, baik bahasa lisan maupun bahasa tulis. Begitu dekatnya kita kepada bahasa, terutama bahasa Indonesia, sehingga tidak dirasa perlu untuk mendalami dan mempelajari bahasa Indonesia secara lebih jauh. Akibatnya, sebagai pemakai bahasa, orang Indonesia tidak terampil menggunakan bahasa. Suatu kelemahan yang tidak disadari.
Komunikasi lisan atau nonstandar yang sangat praktis menyebabkan kita tidak teliti berbahasa. Akibatnya, kita mengalami kesulitan pada saat akan menggunakan bahasa tulis atau bahasa yang lebih standar dan teratur. Pada saat dituntut untuk berbahasa’ bagi kepentingan yang lebih terarah dengan maksud tertentu, kita cenderung kaku. Kita akan berbahasa secara terbata-bata atau mencampurkan bahasa standar dengan bahasa nonstandar atau bahkan, mencampurkan bahasa atau istilah asing ke dalam uraian kita. Padahal, bahasa bersifat sangat luwes, sangat manipulatif. Kita selalu dapat memanipulasi bahasa untuk kepentingan dan tujuan tertentu. Lihat saja, bagaimana pandainya orang-orang berpolitik melalui bahasa. Kita selalu dapat memanipulasi bahasa untuk kepentingan dan tujuan tertentu. Agar dapat memanipulasi bahasa, kita harus mengetahui fungsi-fungsi bahasa.
Pada dasarnya, bahasa memiliki fungsi-fungsi tertentu yang digunakan berdasarkan kebutuhan seseorang, yakni sebagai alat untuk mengekspresikan diri, sebagai alat untuk berkomunikasi, sebagai alat untuk mengadakan integrasi dan beradaptasi sosial dalam lingkungan atau situasi tertentu, dan sebagai alat untuk melakukan kontrol sosial (Keraf, 1997: 3).
Derasnya arus globalisasi di dalam kehidupan kita akan berdampak pula pada perkembangan dan pertumbuhan bahasa sebagai sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi. Di dalam era globalisasi itu, bangsa Indonesia mau tidak mau harus ikut berperan di dalam dunia 5
persaingan bebas, baik di bidang politik, ekonomi, maupun komunikasi. Konsep-konsep dan istilah baru di dalam pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) secara tidak langsung memperkaya khasanah bahasa Indonesia. Dengan demikian, semua produk budaya akan tumbuh dan berkembang pula sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi itu, termasuk bahasa Indonesia, yang dalam itu, sekaligus berperan sebagai prasarana berpikir dan sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan iptek itu (Sunaryo, 1993, 1995).
Menurut Sunaryo (2000 : 6), tanpa adanya bahasa (termasuk bahasa Indonesia) iptek tidak dapat tumbuh dan berkembang. Selain itu bahasa Indonesia di dalam struktur budaya, ternyata memiliki kedudukan, fungsi, dan peran ganda, yaitu sebagai akar dan produk budaya yang sekaligus berfungsi sebagai sarana berfikir dan sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tanpa peran bahasa serupa itu, ilmu pengetahuan dan teknologi tidak akan dapat berkembang. Implikasinya di dalam pengembangan daya nalar, menjadikan bahasa sebagai prasarana berfikir modern. Oleh karena itu, jika cermat dalam menggunakan bahasa, kita akan cermat pula dalam berfikir karena bahasa merupakan cermin dari daya nalar (pikiran).
Hasil pendayagunaan daya nalar itu sangat bergantung pada ragam bahasa yang digunakan. Pembiasaan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar akan menghasilkan buah pemikiran yang baik dan benar pula. Kenyataan bahwa bahasa Indonesia sebagai wujud identitas bahasa Indonesia menjadi sarana komunikasi di dalam masyarakat modern. Bahasa Indonesia bersikap luwes sehingga mampu menjalankan fungsinya sebagai sarana komunikasi masyarakat modern.
4.1 Bahasa sebagai Alat Ekspresi Diri
Pada awalnya, seorang anak menggunakan bahasa untuk mengekspresikan kehendaknya atau perasaannya pada sasaran yang tetap, yakni ayah-ibunya. Dalam perkembangannya, seorang anak tidak lagi menggunakan bahasa hanya untuk mengekspresikan kehendaknya, melainkan juga untuk berkomunikasi dengan 6
lingkungan di sekitarnya. Setelah kita dewasa, kita menggunakan bahasa, baik untuk mengekspresikan diri maupun untuk berkomunikasi. Seorang penulis mengekspresikan dirinya melalui tulisannya. Sebenarnya, sebuah karya ilmiah pun adalah sarana pengungkapan diri seorang ilmuwan untuk menunjukkan kemampuannya dalam sebuah bidang ilmu tertentu. Jadi, kita dapat menulis untuk mengekspresikan diri kita atau untuk mencapai tujuan tertentu.
Sebagai contoh lainnya, tulisan kita dalam sebuah buku, merupakan hasil ekspresi diri kita. Pada saat kita menulis, kita tidak memikirkan siapa pembaca kita. Kita hanya menuangkan isi hati dan perasaan kita tanpa memikirkan apakah tulisan itu dipahami orang lain atau tidak. Akan tetapi, pada saat kita menulis surat kepada orang lain, kita mulai berpikir kepada siapakah surat itu akan ditujukan. Kita memilih cara berbahasa yang berbeda kepada orang yang kita hormati dibandingkan dengan cara berbahasa kita kepada teman kita.
Pada saat menggunakan bahasa sebagai alat untuk mengekspresikan diri, si pemakai bahasa tidak perlu mempertimbangkan atau memperhatikan siapa yang menjadi pendengarnya, pembacanya, atau khalayak sasarannya. Ia menggunakan bahasa hanya untuk kepentingannya pribadi. Fungsi ini berbeda dari fungsi berikutnya, yakni bahasa sebagai alat untuk berkomunikasi.
Sebagai alat untuk menyatakan ekspresi diri, bahasa menyatakan secara terbuka segala sesuatu yang tersirat di dalam dada kita, sekurang-kurangnya untuk memaklumkan keberadaan kita. Unsur-unsur yang mendorong ekspresi diri antara lain :
- agar menarik perhatian orang lain terhadap kita,
- keinginan untuk membebaskan diri kita dari semua tekanan emosi

Pada taraf permulaan, bahasa pada anak-anak sebagian berkembang sebagai alat untuk menyatakan dirinya sendiri (Gorys Keraf, 1997 :4).
4.2 Bahasa sebagai Alat Komunikasi
Komunikasi merupakan akibat yang lebih jauh dari ekspresi diri. Komunikasi tidak akan sempurna bila ekspresi diri kita tidak diterima atau dipahami oleh orang lain. Dengan komunikasi pula kita mempelajari dan mewarisi 7
semua yang pernah dicapai oleh nenek moyang kita, serta apa yang dicapai oleh orang-orang yang sezaman dengan kita.
Sebagai alat komunikasi, bahasa merupakan saluran perumusan maksud kita, melahirkan perasaan kita dan memungkinkan kita menciptakan kerja sama dengan sesama warga. Ia mengatur berbagai macam aktivitas kemasyarakatan, merencanakan dan mengarahkan masa depan kita (Gorys Keraf, 1997 : 4).
Pada saat kita menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi, kita sudah memiliki tujuan tertentu. Kita ingin dipahami oleh orang lain. Kita ingin menyampaikan gagasan yang dapat diterima oleh orang lain. Kita ingin membuat orang lain yakin terhadap pandangan kita. Kita ingin mempengaruhi orang lain. Lebih jauh lagi, kita ingin orang lain membeli hasil pemikiran kita. Jadi, dalam hal ini pembaca atau pendengar atau khalayak sasaran menjadi perhatian utama kita. Kita menggunakan bahasa dengan memperhatikan kepentingan dan kebutuhan khalayak sasaran kita.
Pada saat kita menggunakan bahasa untuk berkomunikasi, antara lain kita juga mempertimbangkan apakah bahasa yang kita gunakan laku untuk dijual. Oleh karena itu, seringkali kita mendengar istilah “bahasa yang komunikatif”. Misalnya, kata makro hanya dipahami oleh orang-orang dan tingkat pendidikan tertentu, namun kata besar atau luas lebih mudah dimengerti oleh masyarakat umum. Kata griya, misalnya, lebih sulit dipahami dibandingkan kata rumah atau wisma. Dengan kata lain, kata besar, luas, rumah, wisma, dianggap lebih komunikatif karena bersifat lebih umum. Sebaliknya, kata-kata griya atau makro akan memberi nuansa lain pada bahasa kita, misalnya, nuansa keilmuan, nuansa intelektualitas, atau nuansa tradisional.
Bahasa sebagai alat ekspresi diri dan sebagai alat komunikasi sekaligus pula merupakan alat untuk menunjukkan identitas diri. Melalui bahasa, kita dapat menunjukkan sudut pandang kita, pemahaman kita atas suatu hal, asal usul bangsa dan negara kita, pendidikan kita, bahkan sifat kita. Bahasa menjadi cermin diri kita, baik sebagai bangsa maupun sebagai diri sendiri. 8
4.3 Bahasa sebagai Alat Integrasi dan Adaptasi Sosial
Bahasa disamping sebagai salah satu unsur kebudayaan, memungkinkan pula manusia memanfaatkan pengalaman-pengalaman mereka, mempelajari dan mengambil bagian dalam pengalaman-pengalaman itu, serta belajar berkenalan dengan orang-orang lain. Anggota-anggota masyarakat hanya dapat dipersatukan secara efisien melalui bahasa. Bahasa sebagai alat komunikasi, lebih jauh memungkinkan tiap orang untuk merasa dirinya terikat dengan kelompok sosial yang dimasukinya, serta dapat melakukan semua kegiatan kemasyarakatan dengan menghindari sejauh mungkin bentrokan-bentrokan untuk memperoleh efisiensi yang setinggi-tingginya. Ia memungkinkan integrasi (pembauran) yang sempurna bagi tiap individu dengan masyarakatnya (Gorys Keraf, 1997 : 5).
Cara berbahasa tertentu selain berfungsi sebagai alat komunikasi, berfungsi pula sebagai alat integrasi dan adaptasi sosial. Pada saat kita beradaptasi kepada lingkungan sosial tertentu, kita akan memilih bahasa yang akan kita gunakan bergantung pada situasi dan kondisi yang kita hadapi. Kita akan menggunakan bahasa yang berbeda pada orang yang berbeda. Kita akan menggunakan bahasa yang nonstandar di lingkungan teman-teman dan menggunakan bahasa standar pada orang tua atau orang yang kita hormati.
Pada saat kita mempelajari bahasa asing, kita juga berusaha mempelajari bagaimana cara menggunakan bahasa tersebut. Misalnya, pada situasi apakah kita akan menggunakan kata tertentu, kata manakah yang sopan dan tidak sopan. Bilamanakah kita dalam berbahasa Indonesia boleh menegur orang dengan kata Kamu atau Saudara atau Bapak atau Anda? Bagi orang asing, pilihan kata itu penting agar ia diterima di dalam lingkungan pergaulan orang Indonesia. Jangan sampai ia menggunakan kata kamu untuk menyapa seorang pejabat. Demikian pula jika kita mempelajari bahasa asing. Jangan sampai kita salah menggunakan tata cara berbahasa dalam budaya bahasa tersebut. Dengan menguasai bahasa suatu bangsa, kita dengan mudah berbaur dan menyesuaikan diri dengan bangsa tersebut. 9
4.4 Bahasa sebagai Alat Kontrol Sosial
Sebagai alat kontrol sosial, bahasa sangat efektif. Kontrol sosial ini dapat diterapkan pada diri kita sendiri atau kepada masyarakat. Berbagai penerangan, informasi, maupun pendidikan disampaikan melalui bahasa. Buku-buku pelajaran dan buku-buku instruksi adalah salah satu contoh penggunaan bahasa sebagai alat kontrol sosial.
Ceramah agama atau dakwah merupakan contoh penggunaan bahasa sebagai alat kontrol sosial. Lebih jauh lagi, orasi ilmiah atau politik merupakan alat kontrol sosial. Kita juga sering mengikuti diskusi atau acara bincang-bincang (talk show) di televisi dan radio. Iklan layanan masyarakat atau layanan sosial merupakan salah satu wujud penerapan bahasa sebagai alat kontrol sosial. Semua itu merupakan kegiatan berbahasa yang memberikan kepada kita cara untuk memperoleh pandangan baru, sikap baru, perilaku dan tindakan yang baik. Di samping itu, kita belajar untuk menyimak dan mendengarkan pandangan orang lain mengenai suatu hal.
Contoh fungsi bahasa sebagai alat kontrol sosial yang sangat mudah kita terapkan adalah sebagai alat peredam rasa marah. Menulis merupakan salah satu cara yang sangat efektif untuk meredakan rasa marah kita. Tuangkanlah rasa dongkol dan marah kita ke dalam bentuk tulisan. Biasanya, pada akhirnya, rasa marah kita berangsur-angsur menghilang dan kita dapat melihat persoalan secara lebih jelas dan tenang.
Bahasa Indonesia Yang Baik dan Benar
Bahasa bukan sekedar alat komunikasi, bahasa itu bersistem. Oleh karena itu, berbahasa bukan sekedar berkomunikasi, berbahasa perlu menaati kaidah atau aturan bahasa yang berlaku.
Ungkapan “Gunakanlah Bahasa Indonesia dengan baik dan benar.” Kita tentu sudah sering mendengar dan membaca ungkapan tersebut. Permasalahannya adalah pengertian apa yang terbentuk dalam benak kita ketika mendengar ungkapan tersebut? Apakah sebenarnya ungkapan itu? Apakah yang dijadikan alat ukur (kriteria) bahasa yang baik? Apa pula alat ukur bahasa yang benar? 10
5.1 Bahasa yang Baik
Penggunaan bahasa dengan baik menekankan aspek komunikatif bahasa. Hal itu berarti bahwa kita harus memperhatikan sasaran bahasa kita. Kita harus memperhatikan kepada siapa kita akan menyampaikan bahasa kita. Oleh sebab itu, unsur umur, pendidikan, agama, status sosial, lingkungan sosial, dan sudut pandang khalayak sasaran kita tidak boleh kita abaikan. Cara kita berbahasa kepada anak kecil dengan cara kita berbahasa kepada orang dewasa tentu berbeda. Penggunaan bahasa untuk lingkungan yang berpendidikan tinggi dan berpendidikan rendah tentu tidak dapat disamakan. Kita tidak dapat menyampaikan pengertian mengenai jembatan, misalnya, dengan bahasa yang sama kepada seorang anak SD dan kepada orang dewasa. Selain umur yang berbeda, daya serap seorang anak dengan orang dewasa tentu jauh berbeda.
Lebih lanjut lagi, karena berkaitan dengan aspek komunikasi, maka unsur-unsur komunikasi menjadi penting, yakni pengirim pesan, isi pesan, media penyampaian pesan, dan penerima pesan. Mengirim pesan adalah orang yang akan menyampaikan suatu gagasan kepada penerima pesan, yaitu pendengar atau pembacanya, bergantung pada media yang digunakannya. Jika pengirim pesan menggunakan telepon, media yang digunakan adalah media lisan. Jika ia menggunakan surat, media yang digunakan adalah media tulis. Isi pesan adalah gagasan yang ingin disampaikannya kepada penerima pesan.
Marilah kita gunakan contoh sebuah majalah atau buku. Pengirim pesan dapat berupa penulis artikel atau penulis cerita, baik komik, dongeng, atau narasi. Isi pesan adalah permasalahan atau cerita yang ingin disampaikan atau dijelaskan. Media pesan merupakan majalah, komik, atau buku cerita. Semua bentuk tertulis itu disampaikan kepada pembaca yang dituju. Cara artikel atau cerita itu disampaikan tentu disesuaikan dengan pembaca yang dituju. Berarti, dalam pembuatan tulisan itu akan diperhatikan jenis permasalahan, jenis cerita, dan kepada siapa tulisan atau cerita itu ditujukan. 11
5.2 Bahasa yang Benar
Bahasa yang benar berkaitan dengan aspek kaidah, yakni peraturan bahasa. Berkaitan dengan peraturan bahasa, ada empat hal yang harus diperhatikan, yaitu masalah tata bahasa, pilihan kata, tanda baca, dan ejaan. Pengetahuan atas tata bahasa dan pilihan kata, harus dimiliki dalam penggunaan bahasa lisan dan tulis. Pengetahuan atas tanda baca dan ejaan harus dimiliki dalam penggunaan bahasa tulis. Tanpa pengetahuan tata bahasa yang memadai, kita akan mengalami kesulitan dalam bermain dengan bahasa.
Kriteria yang digunakan untuk melihat penggunaan bahasa yang benar adalah kaidah bahasa. Kaidah ini meliputi aspek (1) tata bunyi (fonologi), (2)tata bahasa (kata dan kalimat), (3) kosa kata (termasuk istilah), (4), ejaan, dan (5) makna. Pada aspek tata bunyi, misalnya kita telah menerima bunyi f, v dan z. Oleh karena itu, kata-kata yang benar adalah fajar, motif, aktif, variabel, vitamin, devaluasi, zakat, izin, bukan pajar, motip, aktip, pariabel, pitamin, depaluasi, jakat, ijin. Masalah lafal juga termasuk aspek tata bumi. Pelafalan yang benar adalah kompleks, transmigrasi, ekspor, bukan komplek, tranmigrasi, ekspot.
Pada aspek tata bahasa, mengenai bentuk kata misalnya, bentuk yang benar adalah ubah, mencari, terdesak, mengebut, tegakkan, dan pertanggungjawaban, bukan obah, robah, rubah, nyari, kedesak, ngebut, tegakan dan pertanggung jawaban. Dari segi kalimat pernyataan di bawah ini tidak benar karena tidak mengandung subjek. Kalimat mandiri harus mempunyai subjek, predikat atau dan objek.




BAB II
RAGAM DAN LARAS BAHASA
1. Ragam Dan Laras Bahasa
Ragam Bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda menurut topik yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara, orang yang dibicarakan, serta menurut medium pembicara (Bachman, 1990). Ragam bahasa yang oleh penuturnya dianggap sebagai ragam yang baik (mempunyai prestise tinggi), yang biasa digunakan di kalangan terdidik, di dalam karya ilmiah (karangan teknis, perundang-undangan), di dalam suasana resmi, atau di dalam surat menyurat resmi (seperti surat dinas) disebut ragam bahasa baku atau ragam bahasa resmi.
Menurut Dendy Sugono (1999 : 9), bahwa sehubungan dengan pemakaian bahasa Indonesia, timbul dua masalah pokok, yaitu masalah penggunaan bahasa baku dan tak baku. Dalam situasi remi, seperti di sekolah, di kantor, atau di dalam pertemuan resmi digunakan bahasa baku. Sebaliknya dalam situasi tak resmi, seperti di rumah, di taman, di pasar, kita tidak dituntut menggunakan bahasa baku.
Ditinjau dari media atau sarana yang digunakan untuk menghasilkan bahasa, yaitu (1) ragam bahasa lisan, (2) ragam bahasa tulis. Bahasa yang dihasilkan melalui alat ucap (organ of speech) dengan fonem sebagai unsur dasar dinamakan ragam bahasa lisan, sedangkan bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai unsur dasarnya, dinamakan ragam bahasa tulis. Jadi dalam ragam bahasa lisan, kita berurusan dengan lafal, dalam ragam bahasa tulis, kita berurusan dengan tata cara penulisan (ejaan). Selain itu aspek tata bahasa dan kosa kata dalam kedua jenis ragam itu memiliki hubungan yang erat. Ragam bahasa tulis yang unsur dasarnya huruf, melambangkan ragam bahasa lisan. Oleh karena itu, sering timbul kesan bahwa ragam bahasa lisan dan tulis itu sama. Padahal, kedua jenis ragam bahasa itu berkembang menjdi sistem bahasa yang memiliki seperangkat kaidah yang tidak identik benar, meskipun ada pula kesamaannya. Meskipun ada keberimpitan aspek tata bahasa dan kosa kata, masing-masing memiliki seperangkat kaidah yang berbeda satu dari yang lain.
2

1.1 Ragam Bahasa
Di dalam bahasa Indonesia disamping dikenal kosa kata baku Indonesia dikenal pula kosa kata bahasa Indonesia ragam baku, yang alih-alih disebut sebagai kosa kata baku bahasa Indonesia baku. Kosa kata baasa Indonesia ragam baku atau kosa kata bahasa Indonesia baku adalah kosa kata baku bahasa Indonesia, yang memiliki ciri kaidah bahasa Indonesia ragam baku, yang dijadikan tolok ukur yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan penutur bahasa Indonesia, bukan otoritas lembaga atau instansi di dalam menggunakan bahasa Indonesia ragam baku. Jadi, kosa kata itu digunakan di dalam ragam baku bukan ragam santai atau ragam akrab. Walaupun demikian, tidak tertutup kemungkinan digunakannya kosa kata ragam baku di dalam pemakian ragam-ragam yang lain asal tidak mengganggu makna dan rasa bahasa ragam yang bersangkutan.
Suatu ragam bahasa, terutama ragam bahasa jurnalistik dan hukum, tidak tertutup kemungkinan untuk menggunakan bentuk kosakata ragam bahasa baku agar dapat menjadi anutan bagi masyarakat pengguna bahasa Indonesia. Dalam pada itu perlu yang perlu diperhatikan ialah kaidah tentang norma yang berlaku yang berkaitan dengan latar belakang pembicaraan (situasi pembicaraan), pelaku bicara, dan topik pembicaraan (Fishman ed., 1968; Spradley, 1980).
Menurut Felicia (2001 : 8), ragam bahasa dibagi berdasarkan :
1. Media pengantarnya atau sarananya, yang terdiri atas :
a. Ragam lisan.
b. Ragam tulis.
Ragam lisan adalah bahasa yang diujarkan oleh pemakai bahasa. Kita dapat menemukan ragam lisan yang standar, misalnya pada saat orang berpidato atau memberi sambutan, dalam situasi perkuliahan, ceramah; dan ragam lisan yang nonstandar, misalnya dalam percakapan antarteman, di pasar, atau dalam kesempatan nonformal lainnya.
Ragam tulis adalah bahasa yang ditulis atau yang tercetak. Ragam tulis pun dapat berupa ragam tulis yang standar maupun nonstandar. Ragam tulis yang
3
standar kita temukan dalam buku-buku pelajaran, teks, majalah, surat kabar, poster, iklan. Kita juga dapat menemukan ragam tulis nonstandar dalam majalah remaja, iklan, atau poster.
2. Berdasarkan situasi dan pemakaian
Ragam bahasa baku dapat berupa : (1) ragam bahasa baku tulis dan (2) ragam bahasa baku lisan. Dalam penggunaan ragam bahasa baku tulis makna kalimat yang diungkapkannya tidak ditunjang oleh situasi pemakaian, sedangkan ragam bahasa baku lisan makna kalimat yang diungkapkannya ditunjang oleh situasi pemakaian sehingga kemungkinan besar terjadi pelesapan unsur kalimat. Oleh karena itu, dalam penggunaan ragam bahasa baku tulis diperlukan kecermatan dan ketepatan di dalam pemilihan kata, penerapan kaidah ejaan, struktur bentuk kata dan struktur kalimat, serta kelengkapan unsur-unsur bahasa di dalam struktur kalimat.
Ragam bahasa baku lisan didukung oleh situasi pemakaian sehingga kemungkinan besar terjadi pelesapan kalimat. Namun, hal itu tidak mengurangi ciri kebakuannya. Walaupun demikian, ketepatan dalam pilihan kata dan bentuk kata serta kelengkapan unsur-unsur di dalam kelengkapan unsur-unsur di dalam struktur kalimat tidak menjadi ciri kebakuan dalam ragam baku lisan karena situasi dan kondisi pembicaraan menjadi pendukung di dalam memahami makna gagasan yang disampaikan secara lisan.
Pembicaraan lisan dalam situasi formal berbeda tuntutan kaidah kebakuannya dengan pembicaraan lisan dalam situasi tidak formal atau santai. Jika ragam bahasa lisan dituliskan, ragam bahasa itu tidak dapat disebut sebagai ragam tulis, tetapi tetap disebut sebagai ragam lisan, hanya saja diwujudkan dalam bentuk tulis. Oleh karena itu, bahasa yang dilihat dari ciri-cirinya tidak menunjukkan ciri-ciri ragam tulis, walaupun direalisasikan dalam bentuk tulis, ragam bahasa serupa itu tidak dapat dikatakan sebagai ragam tulis. Kedua ragam itu masing-masing, ragam tulis dan ragam lisan memiliki ciri kebakuan yang berbeda. 4
Contoh perbedaan ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulis (berdasarkan tata bahasa dan kosa kata) :
1. Tata Bahasa

(Bentuk kata, Tata Bahasa, Struktur Kalimat, Kosa Kata)
a. Ragam bahasa lisan :
- Nia sedang baca surat kabar
- Ari mau nulis surat
- Tapi kau tak boleh nolak lamaran itu.
- Mereka tinggal di Menteng.
- Jalan layang itu untuk mengatasi kemacetan lalu lintas.
- Saya akan tanyakan soal itu
b. Ragam bahasa Tulis :
- Nia sedangmembaca surat kabar
- Ari mau menulis surat
- Namun, engkau tidak boleh menolak lamaran itu.
- Mereka bertempat tinggal di Menteng
- Jalan layang itu dibangun untuk mengatasi kemacetan lalu lintas.
- Akan saya tanyakan soal itu.

2. Kosa kata

Contoh ragam lisan dan tulis berdasarkan kosa kata :
a. Ragam Lisan
- Ariani bilang kalau kita harus belajar
- Kita harus bikin karya tulis
- Rasanya masih terlalu pagi buat saya, Pak
b. Ragam Tulis
- Ariani mengatakan bahwa kita harus belajar
- Kita harus membuat karya tulis.
- Rasanya masih terlalu muda bagi saya, Pak.
5
Istilah lain yang digunakan selain ragam bahasa baku adalah ragam bahasa standar, semi standar dan nonstandar.
a. ragam standar,
b. ragam nonstandar,
c. ragam semi standar.
Bahasa ragam standar memiliki sifat kemantapan berupa kaidah dan aturan tetap. Akan tetapi, kemantapan itu tidak bersifat kaku. Ragam standar tetap luwes sehingga memungkinkan perubahan di bidang kosakata, peristilahan, serta mengizinkan perkembangan berbagai jenis laras yang diperlukan dalam kehidupan modem (Alwi, 1998: 14).
Pembedaan antara ragam standar, nonstandar, dan semi standar dilakukan berdasarkan :
a. topik yang sedang dibahas,
b. hubungan antarpembicara,
c. medium yang digunakan,
d. lingkungan, atau
e. situasi saat pembicaraan terjadi
Ciri yang membedakan antara ragam standar, semi standar dan nonstandar :
•penggunaan kata sapaan dan kata ganti,
•penggunaan kata tertentu,
•penggunaan imbuhan,
•penggunaan kata sambung (konjungsi), dan
•penggunaan fungsi yang lengkap.
Penggunaan kata sapaan dan kata ganti merupakan ciri pembeda ragam standar dan ragam nonstandar yang sangat menonjol. Kepada orang yang kita hormati, kita akan cenderung menyapa dengan menggunakan kata Bapak, Ibu, Saudara, Anda. Jika kita menyebut diri kita, dalam ragam standar kita akan menggunakan kata saya atau aku. Dalam ragam nonstandar, kita akan menggunakan kata gue.
Penggunaan kata tertentu merupakan ciri lain yang sangat menandai perbedaan ragam standar dan ragam nonstandar. Dalam ragam standar, digunakan
6


kata-kata yang merupakan bentuk baku atau istilah dan bidang ilmu tertentu. Penggunaan imbuhan adalah ciri lain. Dalam ragam standar kita harus menggunakan imbuhan secara jelas dan teliti.
Penggunaan kata sambung (konjungsi) dan kata depan (preposisi) merupakan ciri pembeda lain. Dalam ragam nonstandar, sering kali kata sambung dan kata depan dihilangkan. Kadang kala, kenyataan ini mengganggu kejelasan kalimat.
Contoh : (1) Ibu mengatakan, kita akan pergi besok
(1a) Ibu mengatakan bahwa kita akan pergi besok
Pada contoh (1) merupakan ragam semi standar dan diperbaiki contoh (1a) yang merupakan ragam standar.
Contoh : (2) Mereka bekerja keras menyelesaikan pekerjaan itu.
(2a) Mereka bekerja keras untuk menyelesaikan pekerjaan itu.

Kalimat (1) kehilangan kata sambung (bahwa), sedangkan kalimat (2) kehilangan kata depan (untuk). Dalam laras jurnalistik kedua kata ini sering dihilangkan. Hal ini menunjukkan bahwa laras jurnalistik termasuk ragam semi standar.
Kelengkapan fungsi merupakan ciri terakhir yang membedakan ragam standar dan nonstandar. Artinya, ada bagian dalam kalimat yang dihilangkan karena situasi sudah dianggap cukup mendukung pengertian. Dalam kalimat-kalimat yang nonstandar itu, predikat kalimat dihilangkan. Seringkali pelesapan fungsi terjadi jika kita menjawab pertanyaan orang. Misalnya, Hai, Ida, mau ke mana?” “Pulang.” Sering kali juga kita menjawab “Tau.” untuk menyatakan ‘tidak tahu’. Sebenarnya, pĂ«mbedaan lain, yang juga muncul, tetapi tidak disebutkan di atas adalah Intonasi. Masalahnya, pembeda intonasi ini hanya ditemukan dalam ragam lisan dan tidak terwujud dalam ragam tulis.
1.2 Laras Bahasa
Pada saat digunakan sebagai alat komunikasi, bahasa masuk dalam berbagai laras sesuai dengan fungsi pemakaiannya. Jadi, laras bahasa adalah kesesuaian antara bahasa dan pemakaiannya. Dalam hal ini kita mengenal iklan, laras ilmiah, laras ilmiah populer, laras feature, laras komik, laras sastra, yang masih dapat 7
dibagi atas laras cerpen, laras puisi, laras novel, dan sebagainya.
Setiap laras memiliki cirinya sendiri dan memiliki gaya tersendiri. Setiap laras dapat disampaikan secara lisan atau tulis dan dalam bentuk standar, semi standar, atau nonstandar. Laras bahasa yang akan kita bahas dalam kesempatan ini adalah laras ilmiah.
2. Laras llmiah
Dalam uraian di atas dikatakan bahwa setiap laras dapat disampaikan dalam ragam standar, semi standar, atau nonstandar. Akan tetapi, tidak demikian halnya dengan laras ilmiah. Laras ilmiah harus selalu menggunakan ragam standar.
Sebuah karya tulis ilmiah merupakan hasil rangkaian gagasan yang merupakan hasil pemikiran, fakta, peristiwa, gejala, dan pendapat. Jadi, seorang penulis karya ilmiah menyusun kembali pelbagai bahan informasi menjadi sebuah karangan yang utuh. Oleh sebab itu, penyusun atau pembuat karya ilmiah tidak disebut pengarang melainkan disebut penulis (Soeseno, 1981: 1).
Dalam uraian di atas dibedakan antara pengertian realitas dan fakta. Seorang pengarang akan merangkaikan realita kehidupan dalam sebuah cerita, sedangkan seorang penulis akan merangkaikan berbagai fakta dalam sebuah tulisan. Realistis berarti bahwa peristiwa yang diceritakan merupakan hal yang benar dan dapat dengan mudah dibuktikan kebenarannya, tetapi tidak secara langsung dialami oleh penulis. Data realistis dapat berasal dan dokumen, surat keterangan, press release, surat kabar atau sumber bacaan lain, bahkan suatu peristiwa faktual. Faktual berarti bahwa rangkaian peristiwa atau percobaan yang diceritakan benar-benar dilihat, dirasakan, dan dialami oleh penulis (Marahimin, 1994: 378).
Karya ilmiah memiliki tujuan dan khalayak sasaran yang jelas. Meskipun demikian, dalam karya ilmiah, aspek komunikasi tetap memegang peranan utama. Oleh karenanya, berbagai kemungkinan untuk penyampaian yang komunikatif tetap harus dipikirkan. Penulisan karya ilmiah bukan hanya untuk mengekspresikan pikiran tetapi untuk menyampaikan hasil penelitian. Kita harus dapat meyakinkan pembaca akan kebenaran hasil yang kita temukan di lapangan. Dapat pula, kita menumbangkan sebuah teori berdasarkan hasil penelitian kita. Jadi, sebuah karya 8
ilmiah tetap harus dapat secara jelas menyampaikan pesan kepada pembacanya.
Persyaratan bagi sebuah tulisan untuk dianggap sebagai karya ilmiah adalah sebagai berikut (Brotowidjojo, 1988: 15-16).
1. Karya ilmiah menyajikan fakta objektif secara sistematis atau menyajikan aplikasi hukum alam pada situasi spesifik.
2. Karya ilmiah ditulis secara cermat, tepat, benar, jujur, dan tidak bersifat terkaan. Dalam pengertian jujur terkandung sikap etik penulisan ilmiah, yakni penyebutan rujukan dan kutipan yang jelas.
3. Karya ilmiah disusun secara sistematis, setiap langkah direncanakan secara terkendali, konseptual, dan prosedural.
4. Karya ilmiah menyajikan rangkaian sebab-akibat dengan pemahaman dan alasan yang indusif yang mendorong pembaca untuk menarik kesimpulan.
5. Karya ilmiah mengandung pandangan yang disertai dukungan dan pembuktian berdasarkan suatu hipotesis.
6. Karya ilmiah ditulis secara tulus. Hal itu berarti bahwa karya ilmiah hanya mengandung kebenaran faktual sehingga tidak akan memancing pertanyaan yang bernada keraguan. Penulis karya ilmiah tidak boleh memanipulasi fakta, tidak bersifat ambisius dan berprasangka. Penyajiannya tidak boleh bersifat emotif.
7. Karya ilmiah pada dasarnya bersifat ekspositoris. Jika pada akhirnya timbul kesan argumentatif dan persuasif, hal itu ditimbulkan oleh penyusunan kerangka karangan yang cermat. Dengan demikian, fakta dan hukum alam yang diterapkan pada situasi spesifik itu dibiarkan berbicara sendiri. Pembaca dibiarkan mengambil kesimpulan sendiri berupa pembenaran dan keyakinan akan kebenaran karya ilmiah tersebut.
9
Berdasarkan uraian di atas, dari segi bahasa, dapat dikatakan bahwa karya ilmiah memiliki tiga ciri, yaitu :
a. Harus tepat dan tunggal makna, tidak remang nalar atau mendua makna
b. Harus secara tepat mendefinisikan setiap istilah, sifat, dan pengertian yang digunakan, agar tidak menimbulkan kerancuan atau keraguan

c. Harus singkat, berlandaskan ekonomi bahasa.
Disamping persyaratan tersebut di atas, untuk dapat dipublikasikan sebagai karya ilmiah ada ketentuan struktur atau format karangan yang kurang lebih bersifat baku. Ketentuan itu merupakan kesepakatan sebagaimana tertuang dalam International Standardization Organization (ISO). Publikasi yang tidak mengindahkan ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam ISO memberikan kesan bahwa publikasi itu kurang valid sebagai terbitan ilmiah (Soehardjan, 1997 : 10). Struktur karya ilmiah (Soehardjan, 1997 : 38) terdiri atas judul, nama penulis, abstrak, pendahuluan, bahan dan metode, hasil dan pembahasan, kesimpulan, ucapan terima kasih dan daftar pustaka. ISO 5966 (1982) menetapkan agar karya ilmiah terdiri atas judul, nama penulis, abstrak, kata kunci, pendahuluan, inti tulisan (teori metode, hasil, dan pembahasan), simpulan, dan usulan, ucapan terima kasih, dan daftar pustaka (Soehardjan, 1997 : 38).

3. Ragam Bahasa Keilmuan
Menurut Sunaryo, (1994 : 1), bahwa dalam berkomunikasi, perlu diperhatikan kaidah-kaidah berbahasa, baik yang berkaitan kebenaran kaidah pemakaian bahasa sesuai dengan konteks situasi, kondisi, dan sosio budayanya. Pada saat kita berbahasa, baik lisan maupun tulis, kita selalu memperhatikan faktor-faktor yang menentukan bentuk-bentuk bahasa yang kita gunakan. Pada saat menulis, misalnya kita selalu memperhatikan siapa pembaca tulisan kita , apa yang kita tulis, apa tujuan tulisan itu, dan di media apa kita menulis. Hal yang perlu mendapat perhatian tersebut merupakan faktor penentu dalam berkomunikasi. Faktor-faktor penentu berkomunikasi meliputi : partisipan, topik, latar, tujuan, dan saluran (lisan atau tulis).


Partisipan tutur ini berupa PI yaitu pembicara/penulis dan P2 yaitu pembaca atau pendengar tutur. Agar pesan yang disampaikan dapat terkomunikasikan dengan baik, maka pembicara atau penulis perlu (a) mengetahui latar belakang pembaca/pendengar, dan (b) memperhatikan hubungan antara pembicara/penulis dengan pendengar/pembaca. Hal itu perlu diketahui agar pilihan bentuk bahasa yang digunakan tepat , disamping agar pesannya dapat tersampaikan, agar tidak menyinggung perasaan, menyepelekan, merendahkan dan sejenisnya.
Topik tutur berkenaan dengan masalah apa yang disampaikan penutur ke penanggap penutur. Penyampaian topik tutur dapat dilakukukan secara : (a) naratif (peristiwa, perbuatan, cerita), (b) deskriptif (hal-hal faktual : keadaan, tempat barang, dsb.), (c). ekspositoris, (d) argumentatif dan persuasif.

Ragam bahasa keilmuan mempunyai ciri :
(1) cendekia : bahasa Indonesia keilmuan itu mampu digunakan untuk mengungkapkan hasil berpikir logis secara tepat.
(2) lugas dan jelas : bahasa Indonesia keilmuan digunakan untuk menyampaikan gagasan ilmiah secara jelas dan tepat.
(3) gagasan sebagai pangkal tolak : bahasa Indonesia keilmuan digunakan dengan orientasi gagasan. Hal itu berarti penonjolan diarahkan pada gagasan atau hal-hal yang diungkapkan, tidak pada penulis.
(4) Formal dan objektif : komunikasi Ilmiah melalui teks ilmiah merupakan komunikasi formal. Hal ini berarti bahwa unsur-unsur bahasa Indonesia yang digunakan dalam bahasa Indonesia keilmuan adalah unsur-unsur bahasa yang berlaku dalam situasi formal atau resmi. Pada lapis kosa kata dapat ditemukan kata-kata yang berciri formal dan kata-kata yang berciri informal (Syafi’ie, 1992:8-9).


Contoh :
Kata berciri formal Kata berciri informal
Korps korp
Berkata bilang
Karena lantaran
Suku cadang onderdil

4. Laras Ilmiah Populer
Laras ilmiah populer merupakan sebuah tulisan yang bersifat ilmiah, tetapi diungkapkan dengan cara penuturan yang mudah dimengerti. Karya ilmiah populer tidak selalu merupakan hasil penelitian ilmiah. Tulisan itu dapat berupa petunjuk teknis, pengalaman dan pengamatan biasa yang diuraikan dengan metode ilmiah. Jika karya ilmiah harus selalu disajikan dalam ragam bahasa yang standar, karya ilmiah populer dapat disajikan dalam ragam standar, semi standar dan nonstandar. Penyusun karya ilmiah populer akan tetap disebut penulis dan bukan pengarang, karena proses penyusunan karya ilmiah populer sama dengan proses penyusunan karya ilmiah. Pembedaan terjadi hanya dalam cara penyajiannya.
Seperti diuraikan di atas, persyaratan yang berlaku bagi sebuah karya ilmiah berlaku pula bagi karya ilmiah populer. Akan tetapi, dalam karya ilmiah populer terdapat pula persoalan lain, seperti kritik terhadap pemerintah, analisis atas suatu peristiwa yang sedang populer di tengah masyarakat, jalan keluar bagi persoalan yang sedang dihadapi masyarakat, atau sekedar informasi baru yang ingin disampaikan kepada masyarakat.
Jika karya ilmiah memiliki struktur yang baku, tidak demikian halnya dengan karya ilmiah populer. Oleh karena itu, karya ilmiah populer biasanya disajikan melalui media surat kabar dan majalah, biasanya, format penyajiannya mengikuti format yang berlaku dalam laras jurnalistik. Pemilihan topik dan perumusan tema harus dilakukan dengan cermat. Tema itu kemudian dikerjakan dengan jenis karangan tertentu, misalnya narasi, eksposisi, argumentasi, atau deskripsi. Secara lebih rinci lagi, penulis dapat mengembangkan gagasannya dalam berbagai bentuk pengembangan paragraf seperti pola pemecahan masalah, pola kronologis, pola perbandingan, atau pola sudut pandang.